Rabu, 29 Mei 2013

Prinsip-Prinsip Etika Humas


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota kelompok profesi.
Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Sehingga pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional menjalankan kewajibannya.
Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atausudah mapan dan tentunya lebih efektif lagi apabila norma perilaku itu dirumuskan secara baik, sehingga menuaskan semua pihak. Dalam menjalankan kode etik profesi, harus ada prinsip-prinsip yang harus diberlakukan dalam menjalani profesi tersebut.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yanga akan dibahas adalah:
1.      Apa itu etika, profesi, dan etika profesi ?
2.      Apa-apa saja prinsip etika profesi ?
1.3  TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika dan Profesi Humas. Selian itu, penulisan makalah ini juga bertujuan utnuk menambah wawasan pembaca mengenai prinsip-prinsip etika profesi.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1  ETIKA PROFESI
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti, karakter, watak, kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performanceindex or reference for our control system” yang artinya disiplin yang dapat bertindak sebagai acuan atau indeks capaian untuk sistem kendali kita/kami. Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian etika adalah: Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu masyarakat untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu, etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan masyarakat.
Belum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”.
Menurut Mahmoeddin (1994: 53), profesi adalah suatu kegiatan atau pekerjaan yang dimiliki seseorang dan dia memiliki ikatan batin dengan pekerjaannya. Jika terjadi pelanggaran sumpah atau janji terhadap profess isama dengan pelanggaran sumpah jabatan yang dianggap telah menodai ’kesucian’ profesi tersebut. Artinya, kesucian profesi tersebut perlu dipertahankan dan yang bersangkutan tidak akan mengkhianati profesinya.
Menurut A. Sonny Keraf menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian. Seorang penyandang profesi dalam pengertian ini adalah orang yang me-lakukan suatu pekerjaan purnawaktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian tinggi.
Definisi profesi menurut kedua tokoh tersebut men-jelaskan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang terdapat di dalamya sumpah/janji dan ikatan batin bagi penyandangnya, dan dilakukan sebagai kegi-ataan utama atau purnawaktu untuk menghasilkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian ter-tentu. Pelanggaran terhadap sumpah atau janji berarti menodai dan mengkhianati kesucian profesi.
Selanjutnya, perkembangan istilah profesi menjadi keterampilan atau keahlian khusus seseorang sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama yang diperolehnya dari jalur pendidikan atau pengalaman, dan dilaksanakannya secara terus menerus, serius yang merupakan sumber utama bagi nafkah hidupnya. Secara praktik dikenal dua jenis bidang profesi sebagai berikut:
1.      Profesi Khusus. Profesi khusus ialah para penyandang profesi yang melaksanakan profesi secara khusus untuk mendapatkan nafkah atau penghasilan tertentu sebagai tujuan pokoknya. Misalnya, profesi di bidang ekonomi, politik, hukum, kedokteran, pendidikan, teknik, humas/PR, jasa.
2.      Profesi Luhur.  Profesi luhur ialah para penyandang profesi yang melaksanakan profesinya tidak lagi utk mendapatkan nafkah sebagai tujuan utama. Tetapi hal tersebut dilakukan sebagai dedikasi atau jiwa pengabdian semata-mata. Misalnya,kegiatan profesi di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, budaya, dan seni.
Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota kelompok profesi. Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Sehingga pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional menjalankan kewajibannya.
Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya lebih efektif lagi apabila norma perilaku itu dirumuskan secara baik, sehingga memuaskan semua pihak.
2.2  PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI
Seorang professional dalam melakukan tugas dan kewajibannya selalu berkaitan erat dengan kode etik  profesi (code of professional) dan kode perilaku (code of conduct) sebagai standar moral, tolak ukur, atau pedoman dalam melaksanakan pekerjaan dan kewajiban nya masing-masing sesuai dengan fungsi dan peran dalam satu organisasi lembaga yang diwakilinya. Disamping itu, seorang profesional PR/ Humas harus mampu bekerja atau bertindak melalui pertimbangan yang matang dan benar. Seorang profesional humas dapat membedakan secara etis mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukannya sesuai dengan pedoman kode etik profesi yang disandang oleh yang bersangkutan. Tuntutan professional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi professional sejauh mereka adalah manusia. (Keraf, 1998:44).
Melalui pemahaman Etika Profesi tersebut, diharapkan pra profesional, khususnya profesional Humas/ PR, memiliki kualifikasi kemampuan tertentu seperti berikut :
1.      Kemampuan untuk kesadaran etis (etical sensibility)
Kemampuan ini merupakan landasan kesadaran yang utama bagi seseorang profesional untuk lebih sensitif dalam memperhatikan kepentingan profesi, bukan untuk subjektif, tetapi ditujukan untuk kepentingan yang lebih luas (objektif)
1.      Kemampuan untuk berfikir secara etis (etical reasoning)
Memiliki kemampuan, berwawasan berfikir secara etis, dan mempertimbangkan tindakan profesi atau mengambil keputusan harus berdasarakan pertimbangan rasional, objektif, dan penuh integritas pribadi serta tqanggung jawab yang tinggi.
1.      Kemampuan berprilaku secara etis (etical conduct)
Memiliki prilaku, sikap, etikal moral, dan tata krama (etiket) yang baik (good moral and good manner) dalam bergaul atau berhubungan dengan pihak lain (social contact). Termasuk didalamnya memperhatikan hak-hak pihak lain dan saling menghormati pendapat atau menghargai martabat orang lain.
1.      Kemampuan untuk kepemiminan yang etis (etical leadership)
Kemampuan atau memiliki jiwa untuk memimpin secara etis, diperlukan untuk mengayomin, mebimbing, dan membina pihak lain yang dipimpinnya. Termasuk menghargai pendapat dan kritikan dari orang lain demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.
Sebagai bahan perbandingan, prinsip–prinsip dasar seorang yang berjiwa kepemimmpinan (leadership principle) menurut ajaran tradisional “adat istiadat kebudayaan Jawa,” terdiri dari tiga prinsip utama kepemimpinan, yaitu pemimpim sebagai panutan, memberikan semangat, dan memberikan dorongan seperti berikut:
·         Ing ngarso sung tulodo ,pemimpin yang berada di depan mampu menjadi panutan bagi bawahan atau orang-orang yang dipimpinnya.
·         Ing madia mangun karsa, pemimpin yang berada ditengah mampu membangkitkan semangat kepada orang lain untyuk bekerja, maju, berprestasi, dan berkreasi untuk mencapai tujuannya.
·         Tut wuri handayani, pemimpin yang berada dibelakang harus mampu memberikan dorongan kepada orang lain untuk berani tampil dan mampu maju kedepan dalam mencapai tujuannya.
Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah manusia. (Kerap, 1998:44).
Dalam hal ini, seseorang profesional termasuk bidang profesi kehumasan (PublicRelations Profecional), secara umum memiliki prinsip etika profesi (Keraf, 1993:49-50) sebagai berikut:
2.2.1.      Tanggung jawab
Setiap penandang penyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap profesi. Hasil dan dampak yang ditimbulkan memiliki dua arti sebagai berikut :
1.      Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya (by function), artinya keputusan yang diambil dan haasil yang diambil dari pekerja tersebut harus baik serta dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar profesi, efisien, dan efektif.
2.      Tanggung jawab terhadap atau tindakan dari pelaksanaan profesi (by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi / perusahaan dan masyarakat umum lainnya, serta keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan manfat dan beruna bagi dirinya atau pihak lainnya, seorang profesional harus berbuat baik (beneficence) dan tidak berbuat suatu kejahatan (non  maleficence).
Lebih jauh Keraf (1998) mengatakan, prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum professional. Bahkan sedemikain pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi dikatakan. Karena, bagaimana diuraikan di atas, orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Profesional humas bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan. Profesional humas diharapkan dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan  profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa macam-macam. Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2.2.2.      Kebebasan
Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasakan takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik standar prilaku profesional.
2.2.3.      Kejujuran
Jujur dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, mengakui kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Disamping itu, tidak akan melacurkan profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan demi tujuan materi semata atau kepentingan sepihak.
2.2.4.      Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak atau mengganggu milik orang lain, lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Disamping itu, harus menghargai hak-hak atau menjaga kehormatan atau nama baik, martabat, dan milik bagi pihsk lain agar tercipta saling menghormati dan keadilan secarqa objektif dalam kehidupan masyarakat.
Prinsip ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya. Prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya.
Jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu tidak membayar secara memadai.
Hal ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi, profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan orang tersebut.
2.2.5.      Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuannya. Organisasi dan departemen yang dipimpinnya melakukan kegiatan operasional atau kerja sama yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apapun yang dilakukan merupakan konsekuensi dari tanggung jawab profesi. Kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki setiap profesional.
Prinsip otonomi ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agara mereka diberi kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya. Sebenarnya, ini merupakan  konsekuensi  dari hakikat profesi itu sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga.
Pertama, prinsip otonomi  dibatasi oleh tanggung jawab dan konsumen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Kedua otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum professional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur  tangan, agar pelaksanaan profesi tentu tidak sampai merugikan umum.
Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
2.2.6.      Integritas Moral
Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat.
Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya.
Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.
Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam melayani masyarakat.
2.3  PEDOMAN PERILAKU PR/HUMAS
Berikut adalah pedoman bagi perilaku professional PR/ Humas, yaitu :
·         Selalu mengingatkan bahwa karena hubungan profesi dengan khalayaknya, maka tingkah laku PR walaupun secara pribadi akan selalu berpengaruh terhadap penghargaan pada pelaksanaan profesinya.
·         Menghormati dan menjunjung tinggi martabat manusia dan mengakui hak-hak setiap pribadi untuk menilai.
·         Menumbuhkan komunikasi moral, psikologi, dan intelektual untuk berdialog yang terbuka dan sempurna dan mengakui hak-hak orang yang terlibat  untuk menyatakan persolannya atau menyatakan pendapatnya.
·         Profesional selalu bertingkah laku dalam keadaan apapun sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan orang-orang yang berhubungan dengannya.
·         Bertindak dalam keadaan apapun untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak yang terlibat, baik kepentingan organisasi tempat ia bekerja mapun kepentingan public yang harus dilayani.
·         Melaksanakan tugasnya dengan martabat, menghindari pengguanaan bahasa yang samar-samar atau dapat menimbulkan kesalahpahaman, dan tetap menjaga loyalitas pelanggannya atau perusahaan tempat ia bekerja, baik yang sekarang ataupun yang telah lalu.
·         PR professional akan selalu menghindari :
1.      Menutup-nutupi kebenaran apapun alasannya
2.      Menyiarkan informasi atau berita yang tidak didasari fakta yang actual, kenyataan dan kebenaran
3.      Mengambil bagian dalam usaha yang tidak etis dan tidak jujur yang akan dapat merusak martabat dan kehormatannya
4.      Menggunakan segala macam cara atau teknik yang tidak didasari serta tidak dapat dikontrol sehingga tindakan individu itu itu tidak lagi didasari pada keinginan pribadi yang bebas dan bertanggung jawab

Posted on April 19, 2013 by lailayunita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar