BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Kode etik profesi
merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga
diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon
anggota kelompok profesi.
Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Sehingga pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional menjalankan kewajibannya.
Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Sehingga pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional menjalankan kewajibannya.
Kode etik profesi pada
dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atausudah mapan dan
tentunya lebih efektif lagi apabila norma perilaku itu dirumuskan secara baik,
sehingga menuaskan semua pihak. Dalam menjalankan kode etik profesi, harus ada
prinsip-prinsip yang harus diberlakukan dalam menjalani profesi tersebut.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka rumusan masalah yanga akan dibahas adalah:
1. Apa itu etika, profesi, dan etika profesi ?
2. Apa-apa saja prinsip etika profesi ?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika dan
Profesi Humas. Selian itu, penulisan makalah ini juga bertujuan utnuk menambah
wawasan pembaca mengenai prinsip-prinsip etika profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ETIKA PROFESI
Pengertian Etika
(Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti,
karakter, watak, kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Sebagai suatu
subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993),
etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the
performanceindex or reference for our control system” yang artinya disiplin
yang dapat bertindak sebagai acuan atau indeks capaian untuk sistem kendali
kita/kami. Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang
berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan
manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Menurut kamus Besar
Bahasa Indonesia, pengertian etika adalah: Ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika dalam
perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia
orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu
masyarakat untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu, etika ini
dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan masyarakat.
Belum ada kata sepakat
mengenai pengertian profesi karena tidak ada standar pekerjaan/tugas yang
bagaimanakah yang bisa dikatakan sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa
profesi adalah “jabatan seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat
komersial”.
Menurut Mahmoeddin (1994:
53), profesi adalah suatu kegiatan atau pekerjaan yang dimiliki seseorang dan
dia memiliki ikatan batin dengan pekerjaannya. Jika terjadi pelanggaran sumpah
atau janji terhadap profess isama dengan pelanggaran sumpah jabatan yang
dianggap telah menodai ’kesucian’ profesi tersebut. Artinya, kesucian profesi
tersebut perlu dipertahankan dan yang bersangkutan tidak akan mengkhianati
profesinya.
Menurut A.
Sonny Keraf menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan
mengandalkan suatu keahlian. Seorang penyandang profesi dalam pengertian ini
adalah orang yang me-lakukan suatu pekerjaan purnawaktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian tinggi.
Definisi profesi
menurut kedua tokoh tersebut men-jelaskan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan
yang terdapat di dalamya sumpah/janji dan ikatan batin bagi penyandangnya, dan
dilakukan sebagai kegi-ataan utama atau purnawaktu untuk menghasilkan nafkah
hidup dengan mengandalkan keahlian ter-tentu. Pelanggaran terhadap sumpah atau
janji berarti menodai dan mengkhianati kesucian profesi.
Selanjutnya,
perkembangan istilah profesi menjadi keterampilan atau keahlian khusus
seseorang sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama yang diperolehnya dari
jalur pendidikan atau pengalaman, dan dilaksanakannya secara terus menerus,
serius yang merupakan sumber utama bagi nafkah hidupnya. Secara praktik dikenal
dua jenis bidang profesi sebagai berikut:
1. Profesi Khusus. Profesi khusus ialah para penyandang profesi yang
melaksanakan profesi secara khusus untuk mendapatkan nafkah atau penghasilan
tertentu sebagai tujuan pokoknya. Misalnya, profesi di bidang ekonomi, politik,
hukum, kedokteran, pendidikan, teknik, humas/PR, jasa.
2. Profesi Luhur. Profesi luhur ialah para penyandang profesi yang
melaksanakan profesinya tidak lagi utk mendapatkan nafkah sebagai tujuan utama.
Tetapi hal tersebut dilakukan sebagai dedikasi atau jiwa pengabdian
semata-mata. Misalnya,kegiatan profesi di bidang keagamaan, pendidikan, sosial,
budaya, dan seni.
Kode etik profesi
merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga
diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon
anggota kelompok profesi. Kode etik profesi telah menentukan standarisasi
kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Sehingga pemerintah atau
masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana profesional
menjalankan kewajibannya.
Kode etik profesi pada
dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan
dan tentunya lebih efektif lagi apabila norma perilaku itu dirumuskan secara
baik, sehingga memuaskan semua pihak.
2.2 PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI
Seorang professional
dalam melakukan tugas dan kewajibannya selalu berkaitan erat dengan kode
etik profesi (code of professional) dan kode perilaku (code of
conduct) sebagai standar moral, tolak ukur, atau pedoman dalam melaksanakan
pekerjaan dan kewajiban nya masing-masing sesuai dengan fungsi dan peran dalam
satu organisasi lembaga yang diwakilinya. Disamping itu, seorang profesional
PR/ Humas harus mampu bekerja atau bertindak melalui pertimbangan yang matang
dan benar. Seorang profesional humas dapat membedakan secara etis mana yang
dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukannya sesuai dengan pedoman
kode etik profesi yang disandang oleh yang bersangkutan. Tuntutan professional
sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan
dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Tentu saja
prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku
bagi professional sejauh mereka adalah manusia. (Keraf, 1998:44).
Melalui pemahaman
Etika Profesi tersebut, diharapkan pra profesional, khususnya profesional
Humas/ PR, memiliki kualifikasi kemampuan tertentu seperti berikut :
1. Kemampuan untuk kesadaran etis (etical sensibility)
Kemampuan ini
merupakan landasan kesadaran yang utama bagi seseorang profesional untuk lebih
sensitif dalam memperhatikan kepentingan profesi, bukan untuk subjektif, tetapi
ditujukan untuk kepentingan yang lebih luas (objektif)
1. Kemampuan untuk berfikir secara etis (etical reasoning)
Memiliki kemampuan,
berwawasan berfikir secara etis, dan mempertimbangkan tindakan profesi atau
mengambil keputusan harus berdasarakan pertimbangan rasional, objektif, dan
penuh integritas pribadi serta tqanggung jawab yang tinggi.
1. Kemampuan berprilaku secara etis (etical conduct)
Memiliki prilaku,
sikap, etikal moral, dan tata krama (etiket) yang baik (good moral and good manner)
dalam bergaul atau berhubungan dengan pihak lain (social contact).
Termasuk didalamnya memperhatikan hak-hak pihak lain dan saling menghormati
pendapat atau menghargai martabat orang lain.
1. Kemampuan untuk kepemiminan yang etis (etical leadership)
Kemampuan atau
memiliki jiwa untuk memimpin secara etis, diperlukan untuk mengayomin,
mebimbing, dan membina pihak lain yang dipimpinnya. Termasuk menghargai
pendapat dan kritikan dari orang lain demi tercapainya tujuan dan kepentingan
bersama.
Sebagai bahan
perbandingan, prinsip–prinsip dasar seorang yang berjiwa kepemimmpinan (leadership
principle) menurut ajaran tradisional “adat istiadat kebudayaan Jawa,”
terdiri dari tiga prinsip utama kepemimpinan, yaitu pemimpim sebagai panutan,
memberikan semangat, dan memberikan dorongan seperti berikut:
·
Ing ngarso sung tulodo ,pemimpin yang berada di depan mampu menjadi panutan bagi bawahan
atau orang-orang yang dipimpinnya.
·
Ing madia mangun karsa, pemimpin yang berada ditengah mampu membangkitkan semangat kepada orang
lain untyuk bekerja, maju, berprestasi, dan berkreasi untuk mencapai tujuannya.
·
Tut wuri handayani, pemimpin yang berada dibelakang harus mampu memberikan dorongan kepada
orang lain untuk berani tampil dan mampu maju kedepan dalam mencapai tujuannya.
Tuntutan profesional
sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu berkaitan
dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Tentu saja
prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua orang, juga berlaku
bagi profesional sejauh mereka adalah manusia. (Kerap, 1998:44).
Dalam hal ini,
seseorang profesional termasuk bidang profesi kehumasan (PublicRelations Profecional),
secara umum memiliki prinsip etika profesi (Keraf, 1993:49-50)
sebagai berikut:
2.2.1.
Tanggung jawab
Setiap penandang
penyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap
profesi. Hasil dan dampak yang ditimbulkan memiliki dua arti sebagai berikut :
1. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya (by
function), artinya keputusan yang diambil dan haasil yang diambil dari
pekerja tersebut harus baik serta dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
standar profesi, efisien, dan efektif.
2. Tanggung jawab terhadap atau tindakan dari pelaksanaan profesi (by
profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi
/ perusahaan dan masyarakat umum lainnya, serta keputusan atau hasil pekerjaan
tersebut dapat memberikan manfat dan beruna bagi dirinya atau pihak lainnya,
seorang profesional harus berbuat baik (beneficence) dan tidak berbuat
suatu kejahatan (non maleficence).
Lebih jauh Keraf (1998)
mengatakan, prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum
professional. Bahkan sedemikain pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi
dikatakan. Karena, bagaimana diuraikan di atas, orang yang professional sudah
dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama bertanggung
jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain,
khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya.
Tanggung jawab adalah
satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan
sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Profesional humas
bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang
memuaskan. Profesional humas diharapkan dapat mempertanggungjawabkan tugas
pekerjaannya itu berdasarkan tuntutan profesionalitasnya baik terhadap
orang lain yang terkait langsung dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya
sendiri. Kedua, ia juga bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap
kehidupan dan kepentingan orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang
dilayaninya. Pada tingkat dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu
secara disengaja atau tidak disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal
tersebut, bentuknya bisa macam-macam. Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan
tulus secara moral sebagai telah melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya
dan sebagainya.
2.2.2.
Kebebasan
Para profesional
memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasakan takut atau
ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam
batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik standar prilaku
profesional.
2.2.3.
Kejujuran
Jujur dan setia serta
merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, mengakui kelemahannya dan
tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam
mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman. Disamping itu, tidak akan melacurkan profesinya
untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan demi tujuan materi semata
atau kepentingan sepihak.
2.2.4.
Keadilan
Dalam menjalankan
profesinya, setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan
melakukan pelanggaran terhadap hak atau mengganggu milik orang lain, lembaga
atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Disamping itu,
harus menghargai hak-hak atau menjaga kehormatan atau nama baik, martabat, dan
milik bagi pihsk lain agar tercipta saling menghormati dan keadilan secarqa
objektif dalam kehidupan masyarakat.
Prinsip ini terutama
menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak
merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar
dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa
profesionalnya. Prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama”
merupakan perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang
seluas-luasnya.
Jadi, orang yang
profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga kadar dan mutu
pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas pelayanannya
profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang miskin itu
tidak membayar secara memadai.
Hal ini dapat kita
lihat dari beberapa kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana
rumah sakit tersebut seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang
dianggap mampu untuk membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan
hal sebaliknya kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya
pengobatan. Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi,
profesional dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk
kepentingan orang banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau
tingkat kekayaan orang tersebut.
2.2.5.
Otonomi
Dalam prinsip ini,
seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan
profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuannya. Organisasi
dan departemen yang dipimpinnya melakukan kegiatan operasional atau kerja sama
yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apapun yang dilakukan merupakan
konsekuensi dari tanggung jawab profesi. Kebebasan otonom merupakan hak dan
kewajiban yang dimiliki setiap profesional.
Prinsip otonomi ini
lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia
luar agara mereka diberi kebebasan sepenuhnya menjalankan profesinya.
Sebenarnya, ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu
sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga.
Pertama, prinsip
otonomi dibatasi oleh tanggung jawab dan konsumen profesional (keahlian
dan moral) atas kemajuan profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan
masyarakat. Kedua otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati
pemerintah di tempat pertama menghargai otonomi kaum professional, pemerintah
tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar
pelaksanaan profesi tentu tidak sampai merugikan umum.
Sebaliknya, kalau hak
dan kepentingan pihak tertentu dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi
berlaku dan karena itu pemerintah wajib ikut campur tangan dengan menindak
pihak yang merugikan pihak lain tadi. Jadi campur tangan pemerintah disini
hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika profesi saja agar tidak merugikan
kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi itu sendiri. Adapun
kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini adalah dapat dimisalkan
adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama pada profesi penghulu, yang
misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin dia meminta bayaran jauh
lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
2.2.6.
Integritas Moral
Berdasarkan hakikat
dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang profesional
adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena,
ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya
dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat.
Dengan demikian,
sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri
bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai merusak nama
baiknya serta citra dan martabat profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut
dirinya sendiri untuk bertanggung jawab atas profesinya serta tidak melecehkan
nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan profesinya.
Karena itu, pertama,
ia tidak akan mudah kalah dan menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk
lari atau melakukan tindakan yang melanggar niali uang dijunjung tinggi
profesinya. Seorang hakim yang punya integritas moral yang tinggi menuntut
dirinya untuk tidak mudah kalah dan menyerah atas bujukan apa pun untuk
memutuskan perkara yang bertentangan dengan prinsip keadilan sebagai nilai
tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap
bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror, fitnah, kekuasaan dan semacamnya
demi mempertahankan dan menegakkan keadilan. Kendati, ia malah sebaliknya malu
kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai moral, khususnya nilai yang
melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap malu ini terutama
diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya. Bahkan, ia rela mati
hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang dijunjungnya itu.
Dengan kata lain,
prinsip integritas moral menunjukan bahwa orang tersebut punya pendirian yang
teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai yang dianut profesinya. Biasanya
hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa didapat secara langsung oleh pelaku
profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru lulus dari fakultas
kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh profesi kedokterannya
tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang) dokter tersebut dalam
melayani masyarakat.
2.3 PEDOMAN PERILAKU PR/HUMAS
Berikut adalah pedoman
bagi perilaku professional PR/ Humas, yaitu :
·
Selalu mengingatkan bahwa karena
hubungan profesi dengan khalayaknya, maka tingkah laku PR walaupun secara
pribadi akan selalu berpengaruh terhadap penghargaan pada pelaksanaan
profesinya.
·
Menghormati dan menjunjung tinggi
martabat manusia dan mengakui hak-hak setiap pribadi untuk menilai.
·
Menumbuhkan komunikasi moral, psikologi,
dan intelektual untuk berdialog yang terbuka dan sempurna dan mengakui hak-hak
orang yang terlibat untuk menyatakan persolannya atau menyatakan
pendapatnya.
·
Profesional selalu bertingkah laku dalam
keadaan apapun sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan
orang-orang yang berhubungan dengannya.
·
Bertindak dalam keadaan apapun untuk
memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak yang terlibat, baik kepentingan
organisasi tempat ia bekerja mapun kepentingan public yang harus dilayani.
·
Melaksanakan tugasnya dengan martabat,
menghindari pengguanaan bahasa yang samar-samar atau dapat menimbulkan
kesalahpahaman, dan tetap menjaga loyalitas pelanggannya atau perusahaan tempat
ia bekerja, baik yang sekarang ataupun yang telah lalu.
·
PR professional akan selalu menghindari
:
1. Menutup-nutupi kebenaran apapun alasannya
2. Menyiarkan informasi atau berita yang tidak didasari fakta yang actual,
kenyataan dan kebenaran
3. Mengambil bagian dalam usaha yang tidak etis dan tidak jujur yang akan
dapat merusak martabat dan kehormatannya
4. Menggunakan segala macam cara atau teknik yang tidak didasari serta tidak
dapat dikontrol sehingga tindakan individu itu itu tidak lagi didasari pada
keinginan pribadi yang bebas dan bertanggung jawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar